Thursday, 13 December 2018

Lanjutan Ibukota Keras...


Sebenernya udah usang ya kalau saya menuliskan lanjutan perjalanan ke Jakarta. Tapi karena janji tetaplah janji, kan tidak lucu kalau saya batal masuk surga gegara tidak menulis lanjutan di blog. *padahal siapa pula yang baca XD
Perjalanan pun berlanjut. Saya harus menuju Jakarta Selatan, Cinere tepatnya (Depok kali ya) -____- yang jauhnya minta ampun ditambah macet.
Satu jam kemudian *tiktoktiktok
Sampailah saya di rumah kakak saya. Entah kenapa saya yang seharusnya berada di perpusnas jam 8 harus banget ke Cinere dulu bukannya ke Perpusnas langsung. Usai cipika cipiki, makin makan, cerita ceriti, waktu menunjukkan pukul 8 nol nol. Saya bergegas siap-siap daaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaan saya memilih berangkat ke Jakarta Pusat naik apa? Naik ojek onlen.

-_____________________________________________________________________________-

Saya sampai di Perpusnas jam 10 lebih sudah memasuki materi kedua. Oiya, saya ke Perpusnas dalam rangka acara ‘The Masterclass Series: Coastal and Marine Resources and Management for Sustainable Development’. Acara ini diadakan oleh LIPI dan tema-tema yang diusung lumayan menarik minat lulusan abal-abal yang soksokan peduli sama laut ini. Acara ini pun melalui tahap seleksi yang cukup melelahkan. Acara dilaksanakan selama 2 hari dengan beberapa tema yang diusung yaitu:
1.       Marine Biodiversity in Indonesia: Current Status and Future Direction (Udhi E. Hendrawan)
2.       Microplastics: Tiny Monster of Our Ocean (Muhammad Reza Cordova)
3.       Double Trouble: Warming and Acidifying Oceans (Intan Suci Nurhati, Ph.D.)
4.       Future Food from The Ocean (Evi Amelia Siahaan, M. Eng.)

Sebetulnya saya sudah lupa dan sudah tidak begitu antusias menceritakan lanjutan perjalanan. Lanjutan cerita ‘Ibukota Keras…’ ini hanya ingin mengantarkan saya pada tulisan-tulisan berikutnya yang masih berkaitan dengan tema-tema di atas. Isu lingkungan, plastic, laut, global warming, tentu sudah tidak lagi menjadi isu yang asing. Isu-isu tersebut sudah hampir setiap hari mampir di media sosial kita entah berupa foto dan video kampanye, hingga iklan produk ramah lingkungan. Baiklah, bismillah, istiqomah. XD

Thursday, 15 March 2018

Ibukota Keras, Ibukita lemah lembut?


Benarkah ibukota itu keras?
Mungkin ibukota keras kepada kita karena dia sayang? Ibukota pun mengerti bahwa hidup ini tidak semudah mendidihkan air. Entah apa kaitannya yang penting enak aja lah.
Tepat tanggal 5 Maret 2018 kemarin saya berangkat dari kota yang konon sangat hangat dan penuh kenangan si Jogjakarta menuju Kota yang konon penuh pertarungan (Red: Jakarta). Sebelumnya saya tidak pernah ke Jakarta (sengaja menuju Jakarta). Biasanya ke Jakarta hanya lewat atau berada di dalam truck untuk diangkut ke pelabuhan Tanjung Priok tanpa tau apa yang terjadi di luar truck yang mengangkut sejumlah mahasiswa, warga sipil dan sebagian besar tentara itu (waktu mau berangkat Ekspedisi NKRI ke Papua Barat). Maka bagiaku, Jakarta ada sesuatu.
Menumpang pak masinis yang mungkin ganteng di lokomotif terdepan dari kereta Jayakarta yang masih fresh from the oven. Ya meskipun harganya mahal tapi dia tetap ekonomi (pelajarannya jangan pesan tiket mepet-mepet. Lho, meskipun ekonomi, anak kampung dari ujung Pulau Jawa ini tetap takjub. Mengapa demikian? Bukan demi kian atau siapa-siapa, ini demi kamu. Oke kembali ke topik perkeretaan yang baru beroperasi awal tahun 2018 ini, tempat duduknya gak berhadapan. Astaga, tempat duduk gak berhadapan aja kagum? Hehehe
“jugijagijugijagijug des des des jug “
Sampailah pagi hari tanggal 6 Maret 2018 di Stasiun Pasar Senen. Ya Allah, ini pertama kalinya kakiku menginjakkan kaki di Stasiun Pasar Senen. Beruntungnya, pas di kereta saya duduk sama mas-mas orang Jogja yang kerja di Jakarta. Dia memaham sekali kalau saya ke Jakarta baru coba-coba uji nyali, dengan baik hari masnya membimbing saya menuju pintu keluar stasiun yang naik turun.
Hampir kena calo pun pernah kita lalui
Susah-susah ikhtiar cari calon sampe Jakarta, eh baru keluar stasiun yang nyamperin abang-abang calo. Setidaknya satu huruf lagi calon di depan mata. -_________________-
Abaikan perihal calo, saya ngeloyor pergi keluar dari stasiun mengelilingi taman di dekat Pasar Seen sampai saya terlelah dan istirahat di depan Pasar Senen Blok III. Mulailah saya pesan taksi onlen langganan pelancong.
“ssssssssssssssssssiiiiiiuuuuuuuuuuuuuuuuuuuuuuuuuuuuuuut” bunyi mobil bapaknya nyampe di depan saya.
Tiba-tiba secara ajaib saya udah di dalem mobil aja dan mobilnya udah jalan. Mata saya pun tidak berhenti memandangi gedung-gedung di Kota Jakarta yang tinggi-tinggi dan biasanya saya hanya lihat di TV atau paling mentok instagram dan google. Tidak lupa bikin story, yang pas banget tulisannya ‘Gedoeng Djoeang 45’. Ya Allah, baru sampe udah berjuang-berjuang aja, kirain kesini bakal liburan.
Perjalanan dari Pasar Senen ke Cinere ternyata 1 jam dan saya baru berangkat dari Pasar Senen jam 7. Padahal acara di Perpusnas di Jakarta Pusat ini jam 8.30 We I Be. Beruntung bapak sopirnya baik banget. Mengetahui saya datang dari jauh dan perjalanan masih jauh, bapaknya cerita banyak banget yang ujung-ujungnya nanya-nanya kayak gini:
“mbak, mbak, kalau misal nih si embak kan belum punya rumah (tau aja pak anak luntang-luntung). Dan kebetulan saya punya 3 rumah di daerah Kaliurang yang saling berdampingan. Tapi Rumah ini berdiri di tanah miring, rumah nomer 1 ada di paling atas, rumah nomer 2 di tengah, dan rumah nomer 3 ada di paling bawah. Embak milih yang mana?”
Air mataku udah hampir jatuh nih ada orang baik, belum terpikir jawaban. Eh bapaknya udah menimpali.
“misalnya lho ya, misalnya ada 3 rumah itu mbak milih mana?”
Seketika bait pertama lagunya Kunto Aji yang judulnya ‘Ekspektasi’ itu menggema di udara.
Kemudian dengan lantang gema suara itu gugur karena suaraku menjawab lantang petanyaan bapak itu (jawabannya di rahasiakan ya teman-teman).
“Oke pertanyaan kedua. Nah kan mbaknya udah milih rumah ke X tuh, kemudian mbaknya pasti pengen kan tinggal sama keluarga, (bapaknya belum selesai ngomong, akunya udah melayang berimajinasi ada si mas gebetan tinggal serumah denganku bersama anak-anak pintar dan lucu) mbak pengen ibuk bapak dan kakak adeknya mbak tinggal bersama kan?”
Eh ternyata aku salah imajinasi.
“iya pak”
“dan tiba-tiba keluarga mbak ada yang sakit. Mbak harus ke pasar buat beli obat. Nah tapi jalan menuju ke pasar hanya ada satu dan angker penuh binatang buas, banyak jurang, pokoknya bahaya banget. Mbak bakal menujut pasar berangkat  sendiri atau minta ditemenin, atau malah nyuruh orang?”
Jawaban (jawaban dirahasikan pak).
“Oke, selanjutnya pertanyaan ketika, mbaknya kan udah berangkat tuh, udah berhasil nglewatin jalan seram tadi, tiba-tiba mbaknya lapaaaaar sekali, hauuuuuus sekali, dan mbaknya melihat ada sebuah rumah yang mbak nggak tau rumah itu berpenghuni atau tidak.Posisi mbaknya udah cape banget haus lapar. Mungkin mbaknya akan mencoba menengok rumah itu barangkali berpenghuni dan bisa minta segelas air. Apa yang akan mbak lakukan? Melanjutkan perjalanan atau ke rumah itu?”
“jawaban dirahasiakan pak”
“oke, mbaknya udah melewati 3 hal itu ya, kemudian mbaknya lihat rumah lagi nih udah dekat sama pasar. Mbaknya udah haus banget, dan rumah itu ramai orang dan jelas kalau berpenghuni. Kira-kira mbaknya akan melanjutkan perjalanan atau mampir minta minum?”
“jawaban dirahasiakan ya pak”
“oke, terakhir. Si mbak udah sampai pasar, tiba-tiba kaki mbaknya menyenggol kunci di jalan. Kunci terjatuh kira-kira begitu. Nah, apa yang mbak lakukan dengan kunci itu? Mengabaikan, mengembilnya menanyakan ke semua orang, atau bagaimana?
“lagi-lagi jawaban dirahasiakan ya pak”.
Eeeeeeeeeeeeeeeeeeeeh, ternyata saya sedang dibaca karakter dan sifatnya oleh si bapak. Satu-persatu jawaban itu dibeberkan maknanya oleh sibapak kepada saya. Serasa ditelanjangi. Tapi beruntung bapak itu orang baik jadi saya tidak terlalu khawatir. Toh setelah ini tidak akan ketemu lagi. Dan selain itu masih banyak petuah-petuah yang diberikan beliau.
Nah bagi teman-teman yang ikut menebak setiap pertanyaan bapak taksi onlen itu dan ingin tau jawabannya, bisa email ke saya suryandari44@gmail.com.

Perjalanan di Jakarta pun dilanjutkan di postingan selanjutnya....

Monday, 18 September 2017

Pesonamu Tak Seanggun Anggrek di Ujung Paruh Burung Pulau Papua

Dendrobium antennatum 

Kemilau birunya lautan bertabur gundukan hijau batuan karst laksana hamparan zamrud di permukaan kristal. Terletak di ujung paruh burung Papua, Sorong dan Raja Ampat memiliki aura yang tajam untuk membuat setiap perangainya terpana. Mengenal wilayahnya yang mempesona, masyarakatnya yang berbudaya, kekayaan sumber dayanya yang melimpah serta jutaan flora fauna yang mewarnai keindahan formasinya.
Tidak luput dari pandangan, menyusuri hutan perawan di wilayah Sorong dan Raja ampat menguak berbagai warna-warni flora yang tersembunyi. Hamparan yang terlihat hijau menyimpan sejuta warna indah untuk diabadikan. Salah satu semerbak yang banyak ditemukan yaitu jenis-jenis anggrek. Mulai dari anggrek yang tergantung di pohon-pohon hingga anggrek yang hidup bersama-sama yang lain di permukaan tanah. Anggrek yang ditemukan di wilayah ini cukup beragam, memiliki bentuk yang indah dan berbeda-beda.
Anggrek kelinci (Dendrobium antennatum) merupakan salah satu anggrek yang banyak ditemukan di wilayah paruh burung ini. Selama perjalanan ekspedisi, anggrek ini ditemukan di berbagai wilayah yaitu Kampung Klewana, Kampung Saporkren dan Kampung Seget. Dendrobium antennatum merupakan spesies anggrek yang menurut IUCN tergolong dalam spesies terancam punah. Anggrek ini memiliki julukan sebagai anggrek kelinci karena memiliki ciri khas yang dapat diidentifikasi dengan jelas yaitu bagian petal atau mahkota bunganya memanjang berbentuk seperti telinga kelinci. Selain ciri khasnya yang memiliki telinga kelinci, anggrek ini juga semakin anggun dengan labellumnya seperti corak batik berwarna ungu. 
Keanggunan anggrek kelinci ini tentu saja tidak sendirian, akan tetapi masih banyak jenis-jenis anggrek lainnya yang menghiasi rindangnya kanopi di hutan tanah paruh burung Papua ini. Anggrek karang (Dendrobium bracteosum) merupakan anggrek yang dikenal native di wilayah Irian Jaya dan Papua Nugini. Anggrek ini memiliki ciri khas bunga dengan mahkota berbentuk lancip-lancip bergerombol seperti karang. Anggrek ini memiliki tiga jenis varian warna yaitu merah, putih (alba) dan merah muda. Anggrek ini biasanya ditemukan di hutan dataran rendah sekitar ketinggian 500 meter. Daya tarik anggrek ini terletak pada bagian daunnya yang berbentuk lanset dan tipis. 

Dendrobium bracteosum

Perburuan anggrek tidak berhenti pada titik ini saja, selain menemukan jenis anggrek dengan perbungaan yang besar, Tim Ekspedisi Subkorwil 2 Sorong – Raja Ampat juga menemukan jenis anggrek dengan bunga yang kecil-kecil. Salah satu jenis anggrek dengan bunga kecil yang kami temukan adalah masih satu genus dengan jenis anggrek sebelumnya yaitu Dendrobium dengan lebih spesifiknya D. insigne.




D. insigne merupakan jenis anggrek yang ditemukan di wilayah Papua, Papua Nugini, dan Australia. Anggrek ini memiliki ciri-ciri bunga berwarna kuning dengan bercak-bercak cokelat dengan labellum berwarna putih. Selain itu ukuran bunga yang kecil sekitar 2 cm juga menjadi ciri khas bunga ini. 

Acryopsis javanica

Bunga anggrek walaupun memiiki bunga yang kecil namun tetap dijamin akan keindahan dan keanggunannya. Pesona yang dimiliki bunga ini seakan menggambarkan sifat anggun dan elegan tidak terkecuali jenis anggrek yang kami temukan di Kampung Klewana, Distrik Klamono yaitu Acriopsis javanica. Anggrek A. javanica merupakan jenis anggrek yang memiliki persebaran cukup luas yaitu Thailand, Indochina, Indonesia, Papua New Guinea, Filipina dan Australia. Anggrek ini memiliki bunga dengan ukuran yang tergolong kecil yaitu sekitar 1.25-1.5 cm. Anggrek mungil ini biasa dijuluki pale chandelier atau tempat lilin yang pucat. Julukan tersebut diberikan kepada anggrek ini karena susunan bunganya menyerupai kandelar atau tempat lilin dengan corak warna yang tidak terlalu mencolok atau pucat. 

Anoectochillus reinwardtii

Anggrek-anggrek yang anggun itu tergantung indah di pepohonan hutan wilayah ujung paruh burung Pulau Papua ini, tersebutlah anggrek –anggrek ini masuk dalam kategori anggrek epifit. Epifit merupakan cara hidup suatu tumbuhan dengan cara menumpang pada tumbuhan lain yang mampu menopang kehidupannya. Sebagian besar anggrek memiliki cara hidup epifit, akan tetapi tidak dapat dipungkiri bahwa terdapat jenis anggrek lain yang hidup secara terrestrial atau di permukaan tanah sehingga disebut anggrek tanah. Anggrek tanah di wilayah Sorong dan Raja Ampat pun memiliki keberagaman, salah satu anggrek tanah yang kami temukan yaitu Anoectochillus reinwardtii atau yang biasa disebut dengan anggrek tanah Papua. Anggrek ini tergolong unik, karena apabila dilihat secara sekilas tumbuhan ini tidak seperti jenis anggrek. Batangnya herba dengan daun yang lebar berwarna hitam bercorak hijau dan merah muda, membuatnya terkesan seperti tanaman hias non-anggrek. Namun apabila sedang berbunga, anggrek ini akan memunculkan jati dirinya sebagai anggrek dengan cirri bunganya yang khas. Bunga dari anggrek tanah Papua ini memiliki warna dasar putih dan memiliki labellum yang unik seperti berserabut-serabut. 

Spathoglotis plicata

Selama menyusuri hutan, tidak luput dari pandangan mata yaitu mahkota-mahkota bunga berwarna ungu bergerombol dalam tegakan mewarnai hijaunya semak dan rerumputan, tersebutlah Spathoglottis plicata. Spesies Spathoglottis  plicata merupakan salah satu jenis anggrek tanah yang banyak tumbuh disekitar hutan, tebing bahkan pinggir jalan wilayah hutan. Anggrek ini memiliki ciri daun berbentuk lanset bertulang sejajar dan tipis seperti daun palem-paleman. Nama Spatoglotis plicata mengacu pada ciri anggrek ini yaitu diserap dari kata ‘spathe’ yang berarti pedang dan ‘glotha’ yang berarti lidah mencirikan bunga pada anggrek ini khususnya pada bagian labellumnya yang seperti pedang. Sedangkan kata plicata menandakan ciri daunnya yaitu ‘plicated’ atau melengkung dengan lengkungan yang khas. Anggrek tanah ini banyak ditemukan di wilayah Asia dan Hawai. Selain warna ungu yang menghiasi hijaunya rerumputan, di suatu titik di puncak perjalanan di dalam hutan sitemukan rekahan anggun bunga anggrek berwarna putih. Setelah ditelaah, anggrek tersebut merupakan anggrek natal (Christmast orchid) yang memiliki nama Latin Calanthe triplicata. Anggrek ini disebut dengan anggrek natal karena anggrek ini sering digunakan untuk dekorasi ketika hari natal. C. triplicate memiliki ciri daun seperti palem namun masih memiliki daging daun yang tebal, berbentuk lanset dengan pertulangan sejajar. Bagian bunga berwarna putih bersih dengan susunan mahkota bunga yang khas.

Calanthe triplicata

Manisnya telinga kelinci pada anggrek Dendrobium antennatum yang mampu mengundang perhatian, warna merah cerah yang elegan milik Dendrobium bracteosum yang mampu membuat setiap mata yang melihatnya terpaku, corak batik Dendrobium insigne yang mampu menarik perhatian dan si mungil Acriopsis javanica yang menggemaskan membuat pepohonan hijau di hutan-hutan wilayah ujung paruh burung Pulau Papua ini menjadi lebih berwarna. Telebih sepanjang jalan diwarnai rekahan ungu Spathoglottis plicata, warna menyilaukan milik Anoectochillus reinwardtii yang mengundang perhatian dan rekahan putih bersih Calanthe triplicata yang mandamaikan hati membuat kesegaran dan keindahan wilayah Sorong dan Raja Ampat menjadi lebih sempurna.




Wednesday, 2 August 2017

Ulat menjijikkan juga berhak terbang, bunga tembelekan juga berhak menjadi idaman

Tulisan ini sesungguhnya sudah saya buat satu tahun silam ketika saya sedang mengikuti Ekspedisi Narasiwa dan tulisan ini telah diterbitkan di majalah BIOLASKA.

Mengikuti ekspedisi ke Taman Nasional Bali Barat merupakan suatu pilihan penuh pertimbangan bagi saya. Pasalnya kegiatan tersebut benar-benar menghabiskan waktu liburan yang seharusnya dihabiskan bersama keluarga di rumah. 

Apa? Ekspedisi? Mendengar istilah tersebut yang ada di pikiran saya adalah melakukan perjalanan di malam hari untuk mencari makhlukmakhluk gaib. Apalagi lokasi yang dipilih adalah sebuah pulau yang terkenal dengan mitosnya tentang leak si penyihir jahat.  Tapi tentu saja pikiran tersebut segera saya singkirkan mengingat forum yang mengadakan kegiatan tersebut adalah BIOLASKA. 

Selama perjalanan ekspedisi tentu saja banyak sekali kejadian tidak terduga, dimulai saya harus pulang ke rumah karena suatu hal dan kembali lagi menyusul teman-teman untuk melanjutkan agenda ekspedisi ini. Lelah. Tentu saja. Tapi disitulah saya menemukan banyak hikmah dan keajaiban. 

Selama ekspedisi ada banyak sekali cerita menarik yang tidak boleh terlewatkan. Mulai dari tersesat di hutan Labuanlalang hingga hampir tersesat lagi. Dari pengalaman tersesat di hutan itu saya belajar satu hal. Sebelumnya saya telah tersesat di hutan itu, tapi kenapa untuk kedua kalinya juga hampir tersesat? Bukankah sebelumnya telah menemukan jalan keluar? Itulah. Itulah apabila kita tidak memperhatikan suatu hal dengan seksama. Padahal tentu saja kita telah diberi kepercayaan untuk bertangggungjawab membawa teman-teman lainnya keluar dari hutan. Apa gunanya survey kalau untuk perjalanan selanjutnya kita masih saja kebingungan. Maka mulai saat itu saya mencoba menulis dalam hati saya untuk melakukan apapun dengan sungguh-sungguh, tidak setengah-setengah. Siapa yang mengetahui bahwa predikat kita sebagai surveyor akan diandalkan? Begitu pula dengan saat ini. Kita dikenal sebagai seorang mahasiswa oleh masyarakat luas. Mahasiswa yang dianggap sebagai seorang intelek dan sudah digadang-gadang kelak dijadikan seseorang yang diberi tanggung jawab dan kepercayaan. Jangan kecewakan mereka. 

Oleh karena itu kita harus senantiasa belajar. Belajar apapun itu. Dimulai dari belajar hal kecil seperti serangga hingga yang bisa terbang tinggi seperti burung. Pada ekspedisi inilah saya memulai belajar tentang serangga. Serangga yang dahulunya hanya segelintir ulat menjijikkan. Tapi siapa yang tahu bahwa ulat kecil menjijikkan itu bisa menjadi seekor kupu-kupu yang indah, bisa terbang kemanapun ia mau. Dari ekspedisi ini saya mulai mengenal mereka. Saya mulai mengenal Ideopsis juventa, Cupha erymanthis dan Danaus genutia yang terus berterbangan menyertai saya dan tim ekspedisi kupu-kupu lainnya. 

Selama perjalanan mereka lah yang paling sering menyertai kami hingga kami sangat akrab dengan jenis mereka. Berdasarkan sumber yang saya telusuri pada malam hari sebelum presentasi hasil ekspedisi, Ideopsis juventa merupakan spesies yang suka sekali hinggap dan mencari sumber penghidupannya pada bunga dari family Asclepiadaceae. Dari literatur tersebut saya menjadi tahu bahwa jumlah Ideopsis juventa yang tidak bosan mengitari perjalanan kami ternyata dipengaruhi oleh banyaknya tumbuhan dari family Asclepiadaceae yang tumbuh di kawasan Taman Nasional Bali Barat tersebut. Berdasarkan fakta tersebut mulai timbul pertanyaan bagi diri saya sendiri. “Mengapa kupu-kupu khususnya yang disebutkan dalam literatur yaitu Ideopsis juventa
 menyukai tumbuhan tersebut?”. Karena saya tidak mau mati penasaran, maka di kamar dimana yang lain sudah terlelap tidur saya terus mencari kenapa dan kenapa. Finally , saya tidak tidur dengan kecewa. Saya menemukan jawabannya. 

Kupu-kupu menyukai tumbuhan dari family Asclepiadaceae karena pada nectar bunga dari famili tersebut pada umumnya memiliki senyawa glikosida beracun. Senyawa glikosida beracun tersebut dimanfaatkan oleh kupu-kupu sebagai strategi pertahanan untuk melindungi dirinya dari predator. Kepuasan tersendiri rasanya mengobati sendiri rasa penasaran saya. Jawaban tersebut pun tidak berhenti disitu. Saya mengingat bahwa di sepanjang perjalanan saya dan teman-teman dari tim kupu-kupu menemukan banyak sekali spesies Lantana camara . Lantana camara atau yang sering dikenal dengan bunga tembelekan tersebut ternyata banyak disukai oleh spesies kupu-kupu. Tentu saja kupu-kupu menyukai bunga tersebut memiliki alasan. Kupu-kupu menyukai bunga L. camara karena bunga tersebut memiliki kelenjar nektar yang besar, tabung mahkota pendek dengan kandungan nektar yang telah diuji memiliki kandungan lebih tinggi apabila dibandingkan bunga lainnya seperti Ixora sp. dan Hibiscus rosasinensis. Tentu saja tabung mahkota yang pendek memudahkan akses proboscis kupu-kupu untuk mencapai kawah nektar, kandungan nektar yang tinggi membuat kupu-kupu menyukai bunga tembelekan tersebut. Setelah menemukan fakta tersebut saya pun tertidur pulas hingga hari terakhir kami berada di Taman Nasional Bali Barat. 

Liburan saat itu adalah liburan paling bermakna dan sangat mengesankan. Bonus-bonus menikmati keindahan alam-Nya tentu saja tidak akan terlupakan. Menyelami hutan hingga menyelami akuarium raksasa ciptaanNya di Pulau Menjangan merupakan salah satu pengalaman tak terlupakan yang bikin ketagihan. Begitulah BIOLASKA membawa saya berkeliling sisi lain Pulau Bali yang tidak banyak diakses turis. Meskipun saya bukan anggota dari BIOLASKA, tapi lewat BIOLASKA saya mengenal alam, belajar membacanya dan belajar mencintainya. Terima kasih BIOLASKA!