Wednesday, 2 August 2017

Ulat menjijikkan juga berhak terbang, bunga tembelekan juga berhak menjadi idaman

Tulisan ini sesungguhnya sudah saya buat satu tahun silam ketika saya sedang mengikuti Ekspedisi Narasiwa dan tulisan ini telah diterbitkan di majalah BIOLASKA.

Mengikuti ekspedisi ke Taman Nasional Bali Barat merupakan suatu pilihan penuh pertimbangan bagi saya. Pasalnya kegiatan tersebut benar-benar menghabiskan waktu liburan yang seharusnya dihabiskan bersama keluarga di rumah. 

Apa? Ekspedisi? Mendengar istilah tersebut yang ada di pikiran saya adalah melakukan perjalanan di malam hari untuk mencari makhlukmakhluk gaib. Apalagi lokasi yang dipilih adalah sebuah pulau yang terkenal dengan mitosnya tentang leak si penyihir jahat.  Tapi tentu saja pikiran tersebut segera saya singkirkan mengingat forum yang mengadakan kegiatan tersebut adalah BIOLASKA. 

Selama perjalanan ekspedisi tentu saja banyak sekali kejadian tidak terduga, dimulai saya harus pulang ke rumah karena suatu hal dan kembali lagi menyusul teman-teman untuk melanjutkan agenda ekspedisi ini. Lelah. Tentu saja. Tapi disitulah saya menemukan banyak hikmah dan keajaiban. 

Selama ekspedisi ada banyak sekali cerita menarik yang tidak boleh terlewatkan. Mulai dari tersesat di hutan Labuanlalang hingga hampir tersesat lagi. Dari pengalaman tersesat di hutan itu saya belajar satu hal. Sebelumnya saya telah tersesat di hutan itu, tapi kenapa untuk kedua kalinya juga hampir tersesat? Bukankah sebelumnya telah menemukan jalan keluar? Itulah. Itulah apabila kita tidak memperhatikan suatu hal dengan seksama. Padahal tentu saja kita telah diberi kepercayaan untuk bertangggungjawab membawa teman-teman lainnya keluar dari hutan. Apa gunanya survey kalau untuk perjalanan selanjutnya kita masih saja kebingungan. Maka mulai saat itu saya mencoba menulis dalam hati saya untuk melakukan apapun dengan sungguh-sungguh, tidak setengah-setengah. Siapa yang mengetahui bahwa predikat kita sebagai surveyor akan diandalkan? Begitu pula dengan saat ini. Kita dikenal sebagai seorang mahasiswa oleh masyarakat luas. Mahasiswa yang dianggap sebagai seorang intelek dan sudah digadang-gadang kelak dijadikan seseorang yang diberi tanggung jawab dan kepercayaan. Jangan kecewakan mereka. 

Oleh karena itu kita harus senantiasa belajar. Belajar apapun itu. Dimulai dari belajar hal kecil seperti serangga hingga yang bisa terbang tinggi seperti burung. Pada ekspedisi inilah saya memulai belajar tentang serangga. Serangga yang dahulunya hanya segelintir ulat menjijikkan. Tapi siapa yang tahu bahwa ulat kecil menjijikkan itu bisa menjadi seekor kupu-kupu yang indah, bisa terbang kemanapun ia mau. Dari ekspedisi ini saya mulai mengenal mereka. Saya mulai mengenal Ideopsis juventa, Cupha erymanthis dan Danaus genutia yang terus berterbangan menyertai saya dan tim ekspedisi kupu-kupu lainnya. 

Selama perjalanan mereka lah yang paling sering menyertai kami hingga kami sangat akrab dengan jenis mereka. Berdasarkan sumber yang saya telusuri pada malam hari sebelum presentasi hasil ekspedisi, Ideopsis juventa merupakan spesies yang suka sekali hinggap dan mencari sumber penghidupannya pada bunga dari family Asclepiadaceae. Dari literatur tersebut saya menjadi tahu bahwa jumlah Ideopsis juventa yang tidak bosan mengitari perjalanan kami ternyata dipengaruhi oleh banyaknya tumbuhan dari family Asclepiadaceae yang tumbuh di kawasan Taman Nasional Bali Barat tersebut. Berdasarkan fakta tersebut mulai timbul pertanyaan bagi diri saya sendiri. “Mengapa kupu-kupu khususnya yang disebutkan dalam literatur yaitu Ideopsis juventa
 menyukai tumbuhan tersebut?”. Karena saya tidak mau mati penasaran, maka di kamar dimana yang lain sudah terlelap tidur saya terus mencari kenapa dan kenapa. Finally , saya tidak tidur dengan kecewa. Saya menemukan jawabannya. 

Kupu-kupu menyukai tumbuhan dari family Asclepiadaceae karena pada nectar bunga dari famili tersebut pada umumnya memiliki senyawa glikosida beracun. Senyawa glikosida beracun tersebut dimanfaatkan oleh kupu-kupu sebagai strategi pertahanan untuk melindungi dirinya dari predator. Kepuasan tersendiri rasanya mengobati sendiri rasa penasaran saya. Jawaban tersebut pun tidak berhenti disitu. Saya mengingat bahwa di sepanjang perjalanan saya dan teman-teman dari tim kupu-kupu menemukan banyak sekali spesies Lantana camara . Lantana camara atau yang sering dikenal dengan bunga tembelekan tersebut ternyata banyak disukai oleh spesies kupu-kupu. Tentu saja kupu-kupu menyukai bunga tersebut memiliki alasan. Kupu-kupu menyukai bunga L. camara karena bunga tersebut memiliki kelenjar nektar yang besar, tabung mahkota pendek dengan kandungan nektar yang telah diuji memiliki kandungan lebih tinggi apabila dibandingkan bunga lainnya seperti Ixora sp. dan Hibiscus rosasinensis. Tentu saja tabung mahkota yang pendek memudahkan akses proboscis kupu-kupu untuk mencapai kawah nektar, kandungan nektar yang tinggi membuat kupu-kupu menyukai bunga tembelekan tersebut. Setelah menemukan fakta tersebut saya pun tertidur pulas hingga hari terakhir kami berada di Taman Nasional Bali Barat. 

Liburan saat itu adalah liburan paling bermakna dan sangat mengesankan. Bonus-bonus menikmati keindahan alam-Nya tentu saja tidak akan terlupakan. Menyelami hutan hingga menyelami akuarium raksasa ciptaanNya di Pulau Menjangan merupakan salah satu pengalaman tak terlupakan yang bikin ketagihan. Begitulah BIOLASKA membawa saya berkeliling sisi lain Pulau Bali yang tidak banyak diakses turis. Meskipun saya bukan anggota dari BIOLASKA, tapi lewat BIOLASKA saya mengenal alam, belajar membacanya dan belajar mencintainya. Terima kasih BIOLASKA!





No comments:

Post a Comment